Sabtu, 22 Januari 2011

tentang PELAKSANAAN DANA RENCANA STRATEGIS PEMBANGUNAN KAMPUNG (RESPEK)




Rencana Strategis Pembangunan Kampung atau disingkat Respek selalu mendapat respons positif dari masyarakat. Namun di sisi lain sangat merepotkan karena membutuhkan perencanaan yang matang dan butuh kesabaran.

Bahkan beberapa daerah mengeluh, dananya terlalu sedikit dan masih ada beberapa kampung di pedalaman yang belum pernah merasakan adanya Respek alias bantuan sinterklas dari Provinsi Papua.

Sebenarnya program pembangunan bagi masyarakat sangat positif dan pro-rakyat perlu disambut positif. Namun sebaliknya program-program bantuan sebagai pendorong dikhawatirkan memberikan ketergantungan baru dan mematikan kreatifitas orang kampung.

Mendengar serta memberikan jawaban dari keluhan orang-orang di kampung. Respek secara berkelanjutan mulai dijalankan pada 2007 dan 2008, bagi pasangan Bas dan Alex Hesegem, program ini menjadi salah satu jawaban bagi pergumulan Orang Papua.
Alasan program Respek diturunkan oleh pasangan ini karena kampung di Papua berjumlah 2593 yang dihuni oleh 70% dari 1,875.388 jiwa pada wilayah seluas 317.062 KM2. Hampir sebagian besar mereka hidup sebagai petani subsitens dan 81,25% diantaranya termasuk rumah tangga miskin. Bahkan ada 14 titik komunitas di Provinsi Papua yang belum terjangkau pelayanan pemerintah.

Masalah lainnya di Provinsi Papua yang selalu dikumandangkan Bas adalah angka harapan hidup di Papua 66,2. Tahun harapan hidup masih jauh dari rata-rata nasional yaitu 72 tahun. Begitu pula angka kematian ibu di Provinsi Papua mencapai 396/100.000 masih di atas angka nasional 307/100.000. Angka kematian bayi adalah 56/1000 juga masih di atas rata-rata nasional 20/1000.

Melihat fakta-fakta di lapangan menyebabkan duet pasangan Suebu-Hesegem melalui skema PNPM-RESPEK, pemerintah menyalurkan dana Rp. 100 juta kepada setiap kampung untuk dimanfaatkan bagi pembangunan kampung.

Adapun alasan utama Respek, untuk menjawab ketertinggalan dan ketimpangan pembangunan masyarakat kampung, karena selama ini perhatian dan pemberdayaan masyarakat kampung terabaikan dan kurang memperhatikan hak-hak masyarakat adat seperti mengakui, menghormati, melindungi dan memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat sesuai UU Otsus Papua.

Dalam banyak segi sebenarnya program RESPEK mirip dengan Program Pembangunan Distrik (PPD). Bentuk program ini pernah dilakukan oleh mantan Bupati Jayapura JP Karafir yang kemudian dilanjutkan Bupati Jayapura, Habel Melkias Suwae, dalam programnya Pemberdayaan Masyarakat sejak terpilih 12 Oktober 2001.

Sumber dana Respek berasal dari Dana Otsus Papua dana block grant Respek dalam Tahun Anggaran 2007 jumlahnya Rp. 100 juta per kampung. Selain dana block grant dari Provinsi Papua, sejumlah kabupaten/kota juga mengambil inisiatif untuk mengalokasikan dana Otsus ke kampung dalam bentuk dana pemberdayaan distrik dan kampung.
Program-program yang jadi prioritas dalam pembiayaan Respek adalah, pemenuhan makanan dan gizi, pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan, infrasturktur kampung, pengelolaan hutan yang berkelanjutan, pemberdayaan perempuan serta peningkatan kapasitas aparat distrik, kampung dan masyarakat.

Memang saatnya Rakyat Papua diberdayakan namun cara pendekatan juga harus diubah, bukan dengan paksa dan menggunakan pendamping yang tidak mengerti kondisi wilayah yang didampinginya. Beberapa wilayah di Tanah Papua, mungkin sudah mendapat kuncuran dana Respek dan menjalankannya dengan baik. Sebaliknya dengan daerah-daerah di pedalaman yang belum terima dan dana sebesar Rp. 100 juta. Bahkan jumlah dana Respek dinilai sangat kecil dengan kebutuhan sehari-hari yang berbeda dengan wilayah perkotaan.

Salah satu wilayah di pedalaman Pegunungan Tengah, Distrik Tigi Barat, Kabupaten Deiyai, hingga kini dalam Tahun 2010 belum juga menerima bantuan dana Respek dari provinsi maupun kabupaten. “Sampai saat ini, kami belum menerima dana Respek sebesar Rp. 100 juta dari Pemerintah Provinsi Papua,” kata Kepala Distrik Tigi Barat, Fransiskus Ign. Bobii.
Kalau demikian, apakah mungkin dapat dikatakan dana ini memang sudah disalurkan ataukah sudah di telan oleh pendamping-pendamping dana Respek di kampung-kampung ataukan hanya mengalir di kampung-kampung tertentu bahkan di kota saja. “Untuk itu, dana jangan hanya diberikan di ibu kota Provinsi Papua, Jayapura saja tetapi harus terarah pada sasaran bagi masyarakat,” saran Fransiskus.
Memang diakui dana ini dari sangat kecil kebutuhanya apabila di bandingkan dengan daerah Tigi Barat dengan 12 kampung dari total 26.965 jiwa penduduk di Distri Tigi Barat yang termasuk daerah pemekaran baru dari Kabupaten Induk Paniai, sementara berada jauh dari pusat kota atau di pedalaman, sehingga jelas berbeda. Dengan demikian dana 100 juta di Distrik Tigi Barat sangat kecil, karena untuk belanja semen saja Rp. 250 ribu atau seng Rp. 150 ribu. “Jadi seharusnya dapat dibedakan antara dana di kota dengan kampung-kampung di daerah pedalaman Papua, bahkan bila perlu jumlah dananya harus di bedakan antara kota dan pedalaman, yakni harus dinaikkan menjadi 250 juta hingga Rp. 300 juta,” tegasnya.
Tidak berbeda dengan Distrik Tigi Barat Kabupaten Deiyai, program Respek masih banyak menyisakan sejumlah persoalan yang mungkin saja terjadi di daerah lain di Tanah Papua, misalnya perbedaan pemahaman antara pendamping dengan kepala kampung atau bahkan pendamping yang tidak betah dengan kondisi lingkungan masyarakat kampung hingga pengaturan dan peruntukan dana ini untuk apa masih saja menjadi perdebatan, padahal sudah jelas Respek dipergunakan untuk pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, ekonomi kerakyatan yang dirancang dan dikerjakan oleh masyarakat kampung.
Misalnya di Kabupaten Jayawijaya sejak 2007 pelaksanaan Respek difokuskan pada 33 distrik dari 39 distrik yang ada, dengan 376 kampung dan 2 kelurahan sedangkan Tahun 2008 semuanya terlaksana, dimana alokasi dana dari Tahun 2007 hingga 2009 disalurkan Rp. 82 milyar, sedangkan 2009 dan 2010 belum ada program yang dijalankan, sebab dananya belum dialokasikan. “Namun pendamping jarang dilapangan, akibatnya konsultasi, bimbingan dan pembinaan kepada masyarakat tidak berjalan baik,” ujar Bupati Jayawijaya, ketika menerima kunjungan “turkam” Respek dari Gubernur Papua pada 5 Juli di Wamena.
Sementara di Kabupaten Yahukimo berdasarkan keterangan pers yang diterima JUBI awal April 2010, salah seorang tokoh masyarakat asal Kabupaten Yahukimo, Welhelmus Lokon Amdp, mengatakan sedikitnya 581 kampung dari 51 Distrik di Kabupaten Yahukimo sampai saat ini belum menerima dana Respek tersebut, padahal sudah tiga tahun program ini berjalan. Bahkan dirinya sudah langsung mengecek ke Bank Papua tapi dana itu tidak ada, termasuk adanya laporan di Bank Mandiri sudah di cek tetapi belum jelas keberadaannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar